Ya'qub (Ibrani: יַעֲקֹב Yaʿaqob, bahasa Arab: يعقوب Yaʿqūb) adalah seorang nabi yang merupakan putra Ishaq bin Ibrahim.
Ya'qub memiliki seorang saudara kembar bernama Ishau. Nabi Ya'qub, yang
kemudian dinamai Israel (Ibrani: יִשְׂרָאֵל Yiśrāʾēl, bahasa Arab:
اسرائيل Isrāʾīl),Nabi
Ya'qub dan Ishau dilahirkan oleh istri Nabi Ishaq
yang bernama Ribkah, sewaktu Nabi Ishaq berusia 60 tahun. Kedua anak
kembar ini terlahir dengan tubuh Ishau sebagai yang pertama kali keluar diikuti
tubuh Ya'qub dalam keadaan tangan menggenggam tumit kakaknya.Nabi Ishaq
sangat menyayangi Ishau, sebab Nabi Ishaq menganggap Ishau sebagai putra sulung
yang kelak menerima warisan anugerah dari ayahnya. Sementara itu, NabiYa'qub
merupakan cucu kesayangan Nabi Ibrahim, sebab Nabi Ya'qub senang tinggal di
rumah untuk berada dekat serta belajar dari dirinya. Nabi Ya'qub juga menjadi
anak kesayangan ibunya, Ribkah, sebab
si putra bungsu gemar membantu serta rajin mengurus rumah untuk meringankan
pekerjaan orang tua.
Antara kedua saudara kembar ini tidak terdapat suasana rukun dan
damai serta tidak ada menaruh kasih-sayang satu terhadap yg lain bahkan Ishu
mendendam dengki dan iri hati terhadap Ya’qub saudara kembarnya yg memang dimanjakan
dan lbh disayangi serta dicintai oleh ibunya. Hubungan mereka yg renggang dan
tidak akrab itu makin buruk dan tegang setelah diketahui oleh Ishu bahwa
Ya’qublah yg diajukan oleh ibunya ketika ayahnya minta kedatangan anak-anaknya
utk diberkahi dan didoakan sedangkan dia tidak diberitahu dan karenanya tidak
mendapat kesempatan seperti Ya’qub memperoleh berkah dan doa ayahnya Nabi
Ishaq.
Melihat sikap
saudaranya yg bersikap kaku dan dingin dan mendengar kata-kata sindirannya yg
timbul dari rasa dengki dan irihati bahkan ia selalu diancam maka datanglah
Ya’qub kepada ayahnya mengadukan sikap permusuhan itu. Ia berkata mengeluh : ”
Wahai ayahku! Tolonglah berikan fikiran kepadaku bagaimana harus aku menghadapi
saudaraku Ishu yg membenciku mendendam dengki kepadaku dan selalu menyindirku
dgn kata-kata yg menyakitkan hatiku sehinggakan menjadihubungan persaudaraan
kami ber dua renggang dan tegang tidak ada saling cinta mencintai saling
sayang-menyayangi. Dia marah krn ayah memberkahi dan mendoakan aku agar aku
memperolehi keturunan soleh rezeki yg mudah dan kehidupan yg makmur serta
kemewahan . Dia menyombongkan diri dgn kedua orang isterinya dari suku Kan’aan
dan mengancam bahwa anak-anaknya dari kedua isteri itu akan menjadi saingan
berat bagi anak-anakku kelak didalam pencarian dan penghidupan dan macam-macam
ancaman lain yg mencemas dan menyesakkan hatiku. Tolonglah ayah berikan aku
fikiran bagaimana aku dapat mengatasi masalah ini serta mengatasinya dgn cara
kekeluargaan.
Berkata si ayah
Nabi Ishaq yg memang sudah merasa kesal hati melihat hubungan kedua puteranya
yg makin hari makin meruncing:” Wahai anakku krn usiaku yg sudah lanjut aku tidak
dapat menengahi kamu berdua ubanku sudah menutupi seluruh kepalaku badanku
sudah membongkok raut mukaku sudah kisut berkerut dan aku sudak berada di
ambang pintu perpisahan dari kamu dan meninggalkan dunia yg fana ini. Aku
khuatir bila aku sudah menutup usia gangguan saudaramu Ishu kepadamu akan makin
meningkat dan ia secara terbuka akan memusuhimu berusaha mencari kecelakaan mu
dan kebinasaanmu. Ia dalam usahanya memusuhimu akan mendapat sokongan dan
pertolongan dan saudara-saudara iparnya yg berpengaruh dan berwibawa di negeri
ini. Maka jalan yg terbaik bagimu menurut fikiranku engkau harus pergi
meninggalkan negeri ini dan berhijrah engkau ke Fadan A’raam di daerah Irak di
mana bermukin bapa saudaramu saudara ibumu Laban bin Batu;il. Engkau dapat mengharap
dikahwinkan kepada salah seorang puterinya dan dgn demikian menjadi kuatlah
kedudukan sosialmu disegani dan dihormati orang krn karena kedudukan mertuamu
yg menonjol di mata masyarkat. Pergilah engkau ke sana dgn iringan doa drpku
semoga Allah memberkahi perjalananmu memberi rezeki murah dan mudah serta
kehidupan yg tenang dan tenteram.
Nasihat dan
anjuran si ayah mendapat tempat dalam hati si anak. Ya’qub melihat dalam
anjuran ayahnya jalan keluar yg dikehendaki dari krisis hubungan persaudaraan
antaranya dan Ishu apalagi dgn mengikuti saranan itu ia akan dapat bertemu dgn
bapa saudaranya dan anggota-anggota keluarganya dari pihak ibunya .Ia segera
berkemas-kemas membungkus barang-barang yg diperlukan dalam perjalanan dan dgn
hati yg terharu serta air mata yg tergenang di matanya ia meminta kepada
ayahnya dan ibunya ketika akan meninggalkan rumah.
Nabi Ya’qub Tiba
di Irak
Dengan melalui
jalan pasir dan Sahara yg luas dgn panas mataharinya yg terik dan angi samumnya
yg membakar kulit Ya’qub meneruskan perjalanan seorang diri menuju ke Fadan
A’ram dimana bapa saudaranya Laban tinggal. Dalam perjalanan yg jauh itu ia
sesekali berhenti beristirehat bila merasa letih dan lesu .Dan dalam salah satu
tempat perhentiannya ia berhenti krn sudah sgt letihnya tertidur dibawah
teduhan sebuah batu karang yg besar .Dalam tidurnya yg nyenyak ia mendapat
mimpi bahwa ia dikurniakan rezeki luas penghidupan yg aman damai keluarga dan
anak cucuc yg soleh dan bakti serta kerajaan yg besar dan makmur. Terbangunlah
Ya’qub dari tidurnya mengusapkan matanya menoleh ke kanan dan ke kiri dan
sedarlah ia bahawa apa yg dilihatnya hanyalah sebuah mimpi namun ia percaya
bahwa mimpinya itu akan menjadi kenyataan di kemudian hari sesuia dgn doa
ayahnya yg masih tetap mendengung di telinganya. Dengan diperoleh mimpi itu ia
merasa segala letih yg ditimbulkan oleh perjalanannya menjadi hilang
seolah-olah ia memperolehi tanaga baru dan bertambahlah semangatnya utk secepat
mungkin tiba di tempat yg di tuju dan menemui sanak-saudaranya dari pihak
ibunya.
Tiba pada akhirnya
Ya’qub di depan pintu gerbang kota Fadan A’ram setelah berhari-hari siang dan
malam menempuh perjalanan yg membosankan tiada yg dilihat selain dari langit di
atas dan pasir di bawah. Alangkah lega hatinya ketika ia mulai melihat
binatang-binatang peliharaan berkeliaran di atas ladang-ladang rumput
burung-burung berterbangan di udara yg cerah dan para penduduk kota berhilir
mundir mencari nafkah dan keperluan hidup masing-masing.
Sesampainya
disalah satu persimpangan jalan ia berhenti sebentar bertanya salah seorang
penduduk di mana letaknya rumah saudara ibunya Laban barada. Laban seorang
kaya-raya yg kenamaan pemilik dari suatu perusahaan perternakan yg terbesar di
kota itu tidak sukar bagi seseorang utk menemukan alamatnya. Penduduk yg
ditanyanya itu segera menunjuk ke arah seorang gadis cantik yg sedang
menggembala kambing seraya berkata kepada Ya’qub:”Kebetulan sekali itulah dia
puterinya Laban yg akan dapat membawamu ke rumah ayahnya ia bernama Rahil.
Dengan ahti yg
berdebar pergilah Ya’qub menghampiri yg ayu itu dan cantik itu lalu dgn suara
yg terputus-putus seakan-akan ada sesuatu yg mengikat lidahnya ia mengenalkan
diri bahwa ia adl saudara sepupunya sendiri. Ibunya yg bernama Rifqah adl
saudara kandung dair ayah si gadis itu. Selanjutnya ia menerangkan kepada gadis
itu bahwa ia datang ke Fadam A’raam dari Kan’aan dgn tujuan hendak menemui
Laban ayahnya utk menyampaikan pesanan Ishaq ayah Ya’qub kepada gadis itu. Maka
dgn senang hati sikap yg ramah muka yg manis disilakan ya’qub mengikutinya
berjalan menuju rumah Laban bapa saudaranya.
berpeluk-pelukanlah
dgn mesranya si bapa saudara dgn anak saudara menandakan kegembiraan
masing-masing dgn pertemuan yg tidak disangka-sangka itu dan mengalirlah pada
pipi masing-masing air mata yg dicucurkan oleh rasa terharu dan sukcita. Maka
disapkanlah oleh Laban bin Batu’il tempat dan bilik khas utk anak saudaranya
Ya’qub yg tidak berbeda dgn tempat-tempat anak kandungnya sendiri di mana ia
dapat tinggal sesuka hatinya seperti di rumahnya sendiri.
Setelah selang
beberapa waktu tinggal di rumah Laban bapa saudaranya sebagai anggota keluarga
disampaikan oleh Ya’qub kdp bapa saudranya pesanan Ishaq ayahnya agar mereka
berdua berbesan dgn mengahwinkannya kepada salah seorang dari puteri-puterinya.
Pesanan tersebut di terima oleh Laban dan setuju akan mengahwinkan Laban dgn
salah seorang puterinya dgn syarat sebagai maskahwin ia harus memberikan tenaga
kerjanya di dalam perusahaan penternakan bakal mentuanya selama tujuh tahun.
Ya’qub menyetujuinya syarat-syarat yg dikemukakan oleh bapa saudaranya dan
bekerjalah ia sebagai seorang pengurus perusahaan penternakan terbesar di kota
Fadan A’raam itu.
Setelah mas tujuh
tahun dilampaui oleh Ya’qub sebagai pekerja dalam perusahaan penternakan Laban
ia menagih janji bapa saudaranya yg akan mengambilnya sebagai anak menantunya.
Laban menawarkan kepada ya’qub agar menyunting puterinya yg bernama Laiya
sebagai isteri namun anak saudaranya menghendaki Rahil adik dari Laiya kerana
lbh cantik dan lbh ayu dari Laiya yg ditawarkannya itu.Keinginan mana
diutarakannya secara terus terang oleh Ya’qub kepada bapa saudaranya yg juga
dari pihak bapa saudaranya memahami dan mengerti isi hati anak saudaranya itu.
Akan tetapi adat istiadat yg berlaku pada waktu itu tidak mengizinkan seorang
adik melangkahi kakaknya kahwin lbh dahulu. karenanya sebagi jalan tengah agak
tidak mengecewakan Ya’qub dan tidak pula melanggar peraturan yg berlaku Laban
menyarankan agar anak saudaranya Ya’qub menerima Laiya sebagai isteri pertama
dan Rahil sebagai isteri kedua yg akan di sunting kelak setelah ia menjalani
mas kerja tujuh tahun di dalam perusahaan penternakannya.
Ya’qub yg sangat
hormat kepada bapa saudaranya dan merasa berhutang budi kepadanya yg telah
menerimanya di rumah sebagai keluarga melayannya dgn baik dan
tidakdibeda-bedakan seolah-olah anak kandungnya sendiri tidak dapat berbuat
apa-apa selain menerima cadangan bapa saudaranya itu . Perkahwinan dilaksanakan
dan kontrak utk masa tujuh tahun kedua ditanda-tangani.
Begitu masa tujuh
tahun kedua berakhir dikahwinkanlah Ya’qub dgn Rahil gadis yg sangat
dicintainya dan selalu dikenang sejak pertemuan pertamanya tatkala ia masuk
kota Fadan A’raam. Dengan demikian Nabi Ya’qub beristerikan dua wanita
bersaudara kakak dan adik hal mana menurut syariat dan peraturan yg berlaku
pada waktu tidak terlarang akan tetapi oleh syariat Muhammad s.a.w. hal semacam
itu diharamkan.
Nabi Ya’qub memiliki dua belas orang anak yang Allah sebut mereka dengan
sebutan asbath (keturunan Ya’qub). Dari istrinya yang bernama Rahiil lahirlah
Nabi Yusuf ‘alaihissalam dan Bunyamin. Dan dari istrinya yang bernama Laya lahirlah Ruubil,
Syam’un, Laawi, Yahuudza, Isaakhar dan Zabilon.
Dari budak milik Rahiil lahir Daan dan Naftaali, dan dari budak milik Layaa
lahir Jaad dan Asyir.
Di antara sekian anaknya, yang paling tinggi kedudukannya, paling bertakwa
dan paling bersih hatinya, di samping paling muda usianya adalah Nabi Yusuf ‘alaihissalam. Oleh karena itulah Nabi Ya’qub
memberikan perhatian dan kasih sayang lebih kepadanya. Hal ini sudah menjadi
tabiat, yakni ayah sangat sayang kepada anak yang paling kecil sampai ia dewasa
dan kepada yang sakit sampai ia sembuh.
Nabi Ya’qub adalah seorang ayah yang patut dijadikan teladan, dimana beliau
mendidik anak-anaknya dengan pendidikan yang baik, memberikan nasihat kepada
mereka dan menyelesaikan masalah mereka. Namun selanjutnya, saudara-saudara
Yusuf dihasut oleh setan untuk berlaku jahat kepada Yusuf ketika mereka
mengetahui perhatian ayahnya kepada Yusuf. Sampai-sampai mereka hendak membunuh
Yusuf, namun kemudian sebagian mereka mengusulkan untuk melempar Yusuf ke sumur
yang jauh agar dibawa oleh kafilah yang lewat dan menjadi budak mereka. Ketika
Yusuf tidak kunjung pulang, maka Nabi Ya’qub bersedih dengan kesedihan yang
dalam karena berpisah dengan puteranya, bahkan ia sampai menderita buta karena
rasa sedih yang begitu dalam. Kemudian Allah Subhaanahu wa Ta’ala menjadikannya dapat melihat kembali.
Setelah berlalu waktu yang cukup lama, Nabi Ya’qub ‘alaihissalam pun sakit, ia kumpulkan anak-anaknya
dan berpesan kepada mereka agar tetap beribadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala, demikian juga tetap beriman dan beramal
saleh. Allah Ta’ala berfirman:
“Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia
berkata kepada anak-anaknya, “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka
menjawab, “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim,
Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Mahaesa dan Kami hanya tunduk patuh
kepada-Nya.” (QS. Al Baqarah: 133)
Selesai dengan pertolongan Allah dan taufiq-Nya, wa shallallahu ‘alaa
nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
sumber :
http://beritaislamimasakini.com/kisah-nabi-ya-qub-as.htm
https://id.wikipedia.org/wiki/Ya'qub
https://kisahmuslim.com/2616-kisah-nabi-yaqub-alaihissalam.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar